- RELEASE DATE /22 Januari 2014
- CATALOG /YESNO076
- DOWNLOAD /MP3
Production Notes
Lirik: Handoyo Purwowijoyo
Aransemen Musik: Soni Irawan
Operator, mixing & mastering: Gembus di Pengerat Studio, Yogyakarta
Produser: Handoyo Purwowijoyo
Disain sampul: Wok The Rock
Foto sampul: Handoyo Purwowijoyo
Dirilis oleh Yes No Wave Music
Liner Notes
Di awal 2000-an, jauh sebelum Seek Six Sick merekrut Bofag lalu melejit menjadi pengaruh besar terhadap mekarnya band-band eksperimental di Jogja, reputasi awal mereka sebenarnya sudah terbangun berkat vokalis pertama mereka yang misterius, Handoyo Purwowijoyo. Sosoknya biasa saja, jauh dari atribut vokalis band rock pada umumnya. Ia tak banyak bicara, tapi begitu rajin menulis puisi. Saya yakin puisi-puisi itulah yang memikat Seek Six Sick kala itu untuk memasangnya di balik mikrofon. Puisi-puisi jujur, gamblang, dan tidak pretensius. Musisi mana yang tidak ingin punya vokalis berbekal puisi yang seperti itu?
Setelah lama menghilang, Handoyo kini ingin punya album sendiri. Ia pun mengajak gitaris Seek Six Sick Soni Irawan, kawan yang ia percaya bisa mengaransemen musik pengiring puisi-puisinya. Awalnya saya duga Soni akan mendominasi dan mencemplungkan ini ke benaman noise. Ternyata saya salah. Puisi-puisi Handoyo begitu kuat sehingga musik Soni berakhir sesuai seperti yang diinginkan; sekadar sebagai pengiring yang sadar porsi.
Bagi saya, selain puisi yang bagus, satu hal yang bahkan lebih istimewa di sini adalah sosok dan pesona mas Handoyo itu sendiri. Di Indonesia, banyak sekali vokalis yang berusaha membangun citra agar terkesan “sakit” dengan menulis puisi depresif penuh kegalauan atau gemar beraksi seolah hidupnya begitu memilukan di atas panggung. Tak sedikit dari mereka yang akhirnya gagal tanpa mereka sadari. Penonton dan pendengar yang cerdas, terlebih di era sekarang, dengan mudah mengetahui sesuatu yang palsu. Mas Handoyo, seperti juga Rudy Wirok dari Belajar Membunuh, adalah dua dari sedikit contoh yang sukses menghadirkan “kesakitan” mereka dengan jujur, tidak dibuat-buat, dan begitu memikat. Jika Rudy Wirok membaca puisi dengan emosi impulsif yang meluap-luap, Handoyo lebih bijak dan penyabar, bahkan kadang ia terasa seolah mengerem emosinya agar tidak terdengar terlalu “sakit”. Apa pun itu, kejujurannya dijamin membuat minder mereka yang ingin dianggap “sakit”.
(Rully Shabara)