Production Notes

All songs are written by The Frankenstone

Artworks by Hironimus Rian

Design by Miftake

Recorded at Elssy Music Studio

Mixed and Mastered by Wisnu Jahat

Rereleased by Yes No Wave Music

Additional Notes

This album is called “The Frankenstone” and we like to call it “The Black Album”. The production of this album was the hardest we faced yet, because we were almost breaking up in the process. We would like to thank the Fans, Friends, and Families, who had been supporting us since 2007. The Frankenstone is not finished, we are ready to tour anywhere, to play with anyone, and we already have some new songs for the next album. Here we go, enjoy this album guys!

Regards
The Frankenstone

Liner Notes

Persekutuan kobaran nada punk-rock dari kota Yogyakarta, dengan rilisan album penuhnya yang ketiga. Mereka memutuskan untuk memakai nama persekutuan mereka sendiri sebagai judul album penuh mereka yang terbaru ini. Hal kecil tersebut, cukup menarik perhatian saya ketika saya mendapatkan album ini. Karena sejauh yang saya tahu persekutuan-persekutuan kobaran nada di Indonesia maupun belahan dunia lainya, banyak yang memutuskan untuk memakai nama persekutuan kobaran nada mereka sendiri sebagai judul dari rilisan mereka yang pertama. Seolah itu menjadi sebuah bentuk perkenalan atau ritual pembuka yang amat sakral untuk mereka. Tapi dalam hal ini, The Frankenstone malah memakai nama persekutuan mereka sebagai judul dari rilisan yang ketiga. Apabila memang benar adanya tentang kesakralan ritual pembuka dari sebuah persekutuan kobaran nada atau band tersebut, mungkin bisa kita tarik benang merah sambil berandai-andai bahwa di dalam rilisan dari The Frankenstone yang terbaru ini pun, mereka-mereka seperti ingin memberi pesan kepada para pendengar bahwa terdapat hal-hal baru dari rilisan mereka yang ketiga ini, dan sebuah ritual pembuka yang sakral. Dan dengan melepas rilisan mereka yang teranyar ini, The Frankenstone kembali menyampaikan pesan sambil tidak melupakan kesakralan dari apa yang dinamakan sebagai salam pembuka.

The Frankenstone, berhasil mengawali perkenalanya dengan para pendengar melalui album penuh mereka yang berjudul “Don’t be Sad, Don’t be Gloom The Frankenstone is Ugly” pada tahun 2009 lalu, dengan ciri-ciri khusus yang terbilang orisinil dan tidak banyak band punk-rock lainya miliki. Yaitu, kejujuran dalam penyampaian pesan melalui lirik-lirik yang mereka balut dengan kobaran nada yang mereka gubah serta kualitas rekaman yang diistilahkan sebagai rekaman yang berfidelasi rendah. Yang membuatnya lebih menarik lagi adalah ketika ciri-ciri khusus mereka tersebut bukan merupakan hal yang disengaja oleh The Frankenstone agar dijuluki sebagai band punk-rock yang lain daripada yang lain. Hal-hal tersebut membuat saya berkesimpulan bahwa mereka adalah band punk-rock yang sangat simple dan ke-simple-an serta laju tanpa pretense mereka tersebutlah yang terus membuat mereka tampak menarik untuk tetap disimak. Apapun yang terjadi.

Dan ketika saya berkesimpulan bahwa apapun yang terjadi, The Frankenstone tetap menjadi band punk-rock yang layak untuk terus disimak. Pada rilisan terbaru mereka inilah saya merasa ditantang oleh mereka, sebagai seorang pendengar dan penilai, ketika The Frankenstone kehilangan salah satu ciri khususnya yang merupakan permasalahan teknis, dimana menurut saya hal tersebut adalah hal yang krusial dari tiap band yang saya dengarkan. Mereka memilih untuk merekam materi-materi mereka yang ada di dalam album ini secara profesional. Kobaran-kobaran nada yang tadinya begitu kasar, meliuk-liuk dengan liar dan seakan terbang bebas tak terarah itu kini terasa begitu lembut, berketeraturan dan seakan ada yang sedang mengendarai kobaran nada yang berterbangan itu, mereka terbang dengan amat rapih. Tapi hal-hal tersebut tidak akan saya nilai sebagai sebuah kekurangan atau kelebihan, dalam ulasan ini saya rasa juga akan lebih baik jika perkara selera tentang kualitas rekaman suara dari kobaran nada yang dibuat oleh sebuah band tidak akan menjadi pakem penilaian. Hal yang saya sebutkan diatas, hanya salah satu dari ciri-ciri khusus yang dulu sering diusung oleh The Frankenstone yang telah menghilang dari mereka sekarang ini. Namun apabila yang dibahas adalah ciri khusus tentang kejujuran dan agresifitas mereka dalam menggubah kata dengan kobaran nada, dimana hal-hal tersebut adalah proses penting untuk menunjukan sisi simple dari The Frankenstone, ciri khusus itu saya rasa tidak hilang dalam album ketiga ini. Mereka masih menyampaikan kepolosan, pandangan-pandangan tentang kebebasan yang terkekang oleh prahara dinamika kehidupan dan rasa syukur yang diwujudkan dengan kisah-kisah wajar dalam kehidupan mereka. Yang mana, hal-hal tersebut yang membuat mereka tetap kembali menarik untuk disimak, apapun yang terjadi. Salam.

(Hilman Fathoni)