- RELEASE DATE /11 Februari 2013
- CATALOG /YESNO069
- DOWNLOAD /MP3
- 01 Prologia Delusi Adit Bujbunen Al Buse
- 02 SUWARAH I: Bangkitku Adalah Matimu Adit Bujbunen Al Buse, Adythia Utama, Uri Putra, Rully Shabara
- 03 SUWARAH II: Mimpi Mati Adit Bujbunen Al Buse, Halim Budiono, Hanif Pradana
- 04 SUWARAH III: Mentari Pagi Di Ufuk Barat Adit Bujbunen Al Buse, Reza August, Embun Munggarani
- 05 SUWARAH IV: Kala Fajar Hitam Menyingsing Adit Bujbunen Al Buse, Halim Budiono
- 06 SUWARAH V: Dunia Bawah II Adit Bujbunen Al Buse, Dede
- 07 SUWARAH VI: Garnisun Arang 1998 Adit Bujbunen Al Buse, Halim Budiono, Morgue Vanguard
- 08 SUWARAH VII: Epilogia Post Morta Adit Bujbunen Al Buse, Danif Pradana, Kanika Lo
Production Notes
Produced by Adit Bujbunen Al Buse and KUNCI Cultural Studies Center
Cover design by Morgue Vanguard
Released by Sinapang Masin Records and Yes No Wave Music
SUWARAH I: Bangkitku Adalah Matimu
Adit Bujbunen Al Buse: Programming, Sampling, Words
Uri Putra: Guitar Drones
Adythia Utama: Noises, Mixes, Screams
Rully Sabhara: Yells, Jembe
SUWARAH II: Mimpi Mati
Adit Bujbunen Al Buse: Programming, Sound Design, Free Improve Bass Melody
Danif Pradana: Field Recording, Musique Concrete
Halim Budiono: Guitar Shredding and Riffing.
SUWARAH III: Mentari Pagi Di Ufuk Barat
Adit Bujbunen Al Buse: Programming, Sound Design
Reza August: Noises, Drones, Mixes
Embun Munggarani: Poetry/ Spoken Words.
SUWARAH IV: Kala Fajar Hitam Menyingsing
Adit Bujbunen Al Buse: Programming, Sound Design, Sampling
Halim Budiono: Guitar Shredding and Riffing.
SUWARAH V: Dunia Bawah II
Adit Bujbunen Al Buse: Sound Design, Words
Dede: Guitar Drones, Mixes.
SUWARAH VI: Garnisun Arang 1998
Adit Bujbunen Al Buse: Sound Design
Morgue Vanguard: Microphone, Turntables and MPC1000
Halim Budiono: Guitar Shredding and Riffing.
SUWARAH VII: Epilogia Post Morta
Prosa & Suara “SUWARAH” oleh Kanika Lo
Prosa “Prologi Delusi” oleh Adit Bujbunen Al Buse
Audio Mastering oleh Danif Pradana Wardana
Liner Notes
Udanwatu adalah sebuah proyek musik eksperimental yang diinisiasi oleh Adit Bujbunen Al Buse (Karbala bukan fatamorgana/Sabedarah) sebagai bentuk upaya untuk mewujudkan sebuah kolaborasi yang total antar-sesama musisi/sound-artist Indonesia.
Tidak pernah terbayangkan oleh saya sebelumnya bahwa sebuah kolaborasi jarak jauh bisa menghasilkan bentuk karya seperti ini. Rasanya sedikit mustahil bila mengingat jarak adalah kendala terbesar dalam berkomunikasi. Walaupun begitu, seniman maupun musisi yang terlibat dalam proyek ini justru mampu mengeksekusi proyek ini dengan begitu baik.
Udanwatu – Durjana Saya Sempurna, adalah rilisan pertama di Indonesia yang menampilkan kolaborasi open-source dari berbagai musisi/sound-artist lokal lintas genre dalam menciptakan sebuah karya sonic literature yang konseptual.
Setiap track dalam rilisan ini ditata dengan begitu rapi layaknya sebuah bab pada buku. Kita bisa merasakan sensasi ketegangan sebuah cerita dari prologue, sonic-assault, hingga post-traumatic ambience.
Saya mengumpamakan Udanwatu sebagai sebuah “Secret Society”: sekumpulan hidup yang beroperasi dalam kegelapan—dimana setiap masing-masing dari para anggotanya meleburkan diri ke masyarakat umum. Tapi mereka memiliki kehidupan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mereka adalah seniman/musisi yang berkarya dalam lingkup genrenya masing-masing.
Tapi, di balik semua itu, masing-masing dari anggota “Secret Society” tersebut tergabung dalam sebuah “Brotherhood”—atau mungkin lebih kerennya lagi sebuah “Order”. Dan ini layaknya seperti “The Order of Sonic Assassins”—yang mana setiap anggotanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu menciptakan sebuah virus “Sonic Masochist Entertainment” yang akan disebarkan ke masyarakat umum.
Uniknya, setiap anggota dari “Secret Society” ini tidak pernah bertatap muka secara langsung. Semua proses berjalan dari kejauhan—mengingat semua anggotanya tidak pernah melakukan pengerjaannya secara bersamaan.
Dan media internet di sini ibaratnya adalah seekor burung merpati pengantar pesan. Ia mengantarkan sebuah misi yang harus dieksekusi oleh para anggota “Order” yang terlibat. Begitu pengeksekusian telah dilaksanakan, si burung merpati akan kembali mengantar pesan kemenangan tersebut kepada sang “Leader”. Namun sang eksekutor tidak pernah bertemu atau bertatap muka langsung dengan sosok “Leader” pengirim tugas eksekusi.
Kurang lebih seperti itulah proses kreatif dari Udanwatu. Sebuah band dengan personil tanpa jasad. Semuanya personilnya bersembunyi di balik kegelapan. Di sini, para personilnya berperang di sonic territory mereka masing-masing berdasarkan komando yang diberikan oleh Aditya Saputra, sebagai “Leader” dan konseptor dari Udanwatu. Satu materi disebarkan keseluruh anggota “Order” untuk kemudian diacak-acak dan diracik sedemikian rupa hingga menghasilkan sebuah virus kehancuran yang sempurna.
Materi yang dikirim oleh Adit seumpama “Letter of Assassination” yang mengharuskan setiap anggota “Order” untuk menaruh noda darah mereka sebagai bukti bahwa mereka telah menjalankan eksekusi tugasnya. Hasil dari eksekusi tersebut adalah sebuah manifestasi kebisingan yang pada akhirnya melebur menjadi satu “entitas” yang tersendiri. Dan “entitas” tersebut adalah track-track yang terepresentasi dalam rilisan ini.
Setiap track memiliki suasana dan atmosfer yang berbeda. Semuanya tereksekusikan dengan begitu konseptual—sesuai dengan tujuan awal dari pengeksekusian ini. Masing-masing personil dari proyek ini mempunyai metode eksekusi mereka masing-masing. Namun hal tersebut bukanlah untuk menunjuk siapa mereka, tapi lebih dari itu, untuk menegaskan kehancuran macam apa yang telah mereka hasilkan pada setiap track yang ada.
(Danif Pradana)